Desa Tercinta, Desa Terlarang

Bookmark and Share

Liburan smester lalu Idham ingin sekali pergi ke desa orang tuanya. Ia ingin menghirup udara segar, menghilangkan stres yang menghimpitnya selama ini. Ia belum pernah ke desa orang tuanya itu, meski neneknya masih menetap di sana. Hal itu pula yang membuat keinginannya untuk pergi ke desa begitu menggebu-gebu.
"Kangen sama nenek", katanya saat ditanya Papinya.

Bis yang ditumpangi Idham berhenti 100 meter di depan jalan ke rumah neneknya di desa S. Ia berjalan perlahan sambil memegang secarik kertas berisi alamat neneknya. Ia tampak celingukan. T-shirt dan jeans ketat yang menyembulkan penisnya yang berukuran besar itu tampak lusuh. Tapi itu tidak menghilangkan ketampanannya. Bulu-bulu halus yang tidak dicukur di sekitar wajahnya yang putih dan tampan itu menimbulkan warna biru kehijauan. Berkesan jantan. Tubuhnya yang tinggi besar membuatnya tampak sempurna meski kelelahan menggelayut.

Tiba-tiba ia berpapasan dengan seorang laki-laki hampir sebayanya. Tingginya sekitar 180cm dan posturnya tegap.
"Maaf Mas, Mau tanya, rumah Bu Karto di sebelah mana ya?", tanya Idham pelan.
"Rumah Bu Karto, adik siapa?".
"Saya cucunya, Idham. Saya bermaksud ingin liburan beberapa hari disini".
"Idham, kamu Idham? Waduh, kamu belum kenal paman, khan. Aku pamanmu, Bambang. Aku adik bungsu ayahmu. Ayo, paman bawakan tasmu. Nenekmu pasti senang kamu mau berkunjung kemari".

Bambang langsung mengambil tas Idham. Wangi tubuh Bambang yang maskulin khas menerpa Idham. Sesaat Idham terdiam. Ia memang pernah diceritakan oleh papinya bahwa ia punya paman yang usianya hampir sebaya, yang sejak kecil sudah ikut adiknya nenek. Tapi Idham tidak menyangka bahwa pamannya itu gagah dan tampan. Darahnya berdesir.
"Ah..., ayo..., cepat...,Rumah kita sudah tidak jauh, koq. Ayo...", Idham mengikuti langkah kakinya. Dipandangi tubuh pamannya dari belakang. Pantatnya yang kencang terbalut celana ketat membuat jakun Idham naik turun. Idham sampai di rumah neneknya dan mengobrol sana-sini. Tak terasa senja pun tiba.
"Ham, kamu belum mandi, khan? Baunya sudah kemana-mana. Ayo mandi dulu. Paman ajak mandi ke kali. Kamu pasti belum pernah mandi di kali".
Idham tersenyum tipis. "Kaau mandi di kali kamu harus pakai sarung. Sebentar paman ambilkan punya paman. Paman juga mau ganti".
Darah Idham semakin bergolak. dadanya berdetak kencang.

Tak lama kemudian Bambang keluar dari kamar bertelanjang dada dan bersarung. Dadanya ditumbuhi rambut, semakin ke bawah semakin lebat. Cahaya lampu membuat bayangan di balik sarungnya. Bayangan itu membuat Idham ingin melakukan sesuatu yang terlarang. Kain sarung itu melayang kesana-kemari. Terlihat jelas senjata pamannya itu. Besar dan panjang.

Kali tempat mandinya agak tertutup oleh pohon-pohon yang tinggi. Bambang dengan santai menceburkan dirinya, Idham yang tidak terbiasa tampak kikuk. Ia masih memperhatikan pamannya menggosok tubuh. Kain sarung putih yang telah basah itu membuat penis dibaliknya terlihat lebih jelas. Bambang mengangkat sarungnya sampai ke paha dan ia mulai menggosoki kakinya yang penuh bulu itu. Idham merasa ada yang "naik" di bagian bawahnya. Dengan malu ia melepas t-shirt dan jeansnya. Celana dalamnya ternyata sudah tak mampu menampung penisnya yang mengacung itu. kepala penisnya yang berwarna merah tua tampak menyembul. Ia langsung menceburkan dirinya ke kali. Sekilas ia melihat pamannya tengah memperhatikannya. Ia semakin salah tingkah. Bambang tersenyum lalu berkata, "Burung kamu gede banget, Ham. Kamu lagi berdiri ya?". Idham tidak menjawab. Ia pura-pura tidak mendengar. Tubuhnya langsung digosok dengan sabun.

Bambang mendekatinya. Penis Idhampun semakin menegang. Tiba-tiba Bambang membuka sarungnya dan telanjang. Penisnyapun besar dan panjang. Kira-kira 18 cm. Idham melihat ke arah penis Bambang dan ternyata penis pamannya itu telah mengacung tegak. Idham sudah tak dapat lagi mengatur nafasnya. Dengusannya terdengar jelas. Bambang menempelkan penisnya ke paha Idham.

Tidak ada seorangpun melihat itu. Hanya kicau burung dan suara kecipak air yang menjadi saksi. Idham sudah tak tahan lagi. Ia langsung berjongkok sambil membuka CD-nya. Penisnya sangat panjang, sedikit miring ke kiri, tetapi tetap indah untuk dilihat. Bamabngpun tampak tidak sabar. Diacungkannya penisnya di hadapan Idham. Idhampun tak menyia-nyiakan kesempatan. Langsung saja kepala penis Bambang dimasukkan ke dalam mulut dan dihisapnya dalam-dalam. Bambang mendesah keras. Kedua tangannya meraih kepala Idham. Dibuatnya gerakan maju mundur. Membuat Idham tidak hanya mengulum kepalanya tetapi juga batangnya yang penuh urat itu.

Bulu-bulu hitam keritingnyajuga berkilat-kilat ditimpa cahaya matahari. Bambang memindahkan tangannya ke pantat. Ia tetap membuat gerakan maju mundur. Semakin lama semakin cepat. Idhampun meladeninya. Tangan kirinya yang penuh sabun membuat lingkaran di penisnya sendiri dan ia mulai coli, sementara mulutnya masih menghisap penis Bambang. Tiba-tiba Idham menghentikan hisapannya. Diangkatnya batang penis Bambang dijilatinya bijinya dengan nafsu.
"Ham, aku hampir keluar, teruskan", sambil memainkan tangannya di penisnya sendiri. Idhampun melakukan perintahnya. Tangannyapun melakukan hal yang sama.
"Ohh..., oh..., aku mau..., keluar..., ah..., ah", tangan Bambang kembali memegang kepala Idham. Tubuhnya meregang. Dan, "Cret..., cret", gumpalan mani kental melumuri sebagian wajah Idham. Idhampun tidak mau kalah. Tangannya semakin cepat bergerak.
"Ah..., ahh..!", erangan Idham dibarengi dengan muncratnya mani kental dan banyak. Setelah itu mereka mandi bersama seperti dua anak bayi. Saling menggosok tubuhnya. Besok malamnya kejadian itu diulangi lagi. Kali ini di kamar tidurnya Bambang. Sungguh liburan yang tidak terlupakan bagi Idham.


TAMAT

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar