Kencan dengan Anak Kost 01

Bookmark and Share

Kejadian ini terjadi di akhir tahun yang lalu, saat aku dinas audit di kantor bank cabang utama Malang selama 2 minggu. Saat di Malang aku tak bermalam di hotel, tetapi aku tingal di rumah adik laki-lakiku yang juga buka kost sebab bisa dapat penggantian 50 persen dari tarip hotel yang ditentukan. Jadi aku sewa kost 1 bulan di sana. Aku tiba di Malang hari Minggu siang karena melalui Surabaya. Di tempat adikku kamar kostnya ada 8 kamar di bawah dan 4 kamar di atas.

Saat itu kamar bawah terisi penuh mahasisiwi, sedang kamar atas hanya 2 orang lalu saya jadi masih satu kamar kosong. Yang di atas seorang karyawan bank dan seorang bekerja di karaoke, jadi berangkatnya sore hari dan pulang tengah malam bahkan fajar. Kamar mereka berjejeran dan sebelahnya kamar mandi, aku sendiri mengambil yang depan jadi ada kamar kosong di tengah-tengah. Adikku pertama menawarkan tidur saja di kamar dalam, tapi aku menolak sebab ini dinas jadi dapat biaya aku lebih baik kost saja, apalagi adikku kerjanya sebagai sales tiap Senin sudah keluar kota dan pulangnya hari Jumat malam, jadi aku agak rikuh dengan adik iparku perempuan.

Malam itu yang ada hanya seorang yaitu karyawan bank di bagian atas sedang yang bawah agak ramai sebab hari Minggu. Saat aku membenahi kamar atas, aku sering melihat anak bank itu lewat kamarku untuk turun ke bawah. Anaknya tinggi dan berkulit kuning serta rambut sebahu, payudaranya cuku besar sebab saat di rumah pakai celana pendek dan kaos untuk tidur saja, hingga kalau jalan terlihat payudaranya agak menantang malam itu setelah aku bercakap-cakap dengan adik dan adik iparku lalu aku masuk tidur. Sebelum tidur aku berpikir adik iparku itu orangnya baik sebab walapun dia sarjana, ia pilih kerja buka toko eceran di rumah walaupun wajah dan bodinya pun hebat tidak beda jauh dengan istriku. Alasannya sambil mengawasi anaknya yang masih kecil umur 2 tahun dan rumah kost.

Pagi hari setelah mandi dan siap-siap mengatur yang penting ke kantor, aku dikagetkan dengan kata-kata salam,
"Selamat pagi Oom!"
"Iya", sahutku.
"Mari duluan", katanya lagi dan
"silakan", jawabku lagi.
Ternyata yang memberi salam itu adalah anak bank itu, tetapi kok tak pakai pakaian seragam. Lalu aku turun pula pinjam telepon adikku supaya aku dijemput di rumah adikku. Memang kalau pagi aku dijemput sebab antar jemput sedang kalau sore harus pulang sendiri sebab sering pulang lambat. Sementara adikku sudah harus berangkat keluar kota, aku ditemani oleh adik ipar. Ia bilang padaku,
"Mestinya Enci ikut ke sini sebab Koko kan dinasnya lama di sini, bisa-bisa nanti kesepian", sambil tertawa manis.
"aach Eva kok macam-macam, Enci kan kerja kantor, susah dong untuk ikut", sahutku.
"Paling-paling kalau kesepian ya ngomong sama Eva saja kan boleh", tanyaku.
"Pasti boleh dong, jadi nanti malam kalau Koko mau nonton TV masuk ke sini saja sambil ngobrol-ngobrol", ajaknya Eva.
"Baik, Eva nanti kalau Koko kesepian, Koko cari hiburan nonton TV sama Eva." jawabku.
Sebentar mobil jemputanku datang dan pamit ke kantor dulu. Memang antara Eva (istri adik) dengan istriku sendiri boleh dikatakan sama sifatnya yaitu suka bergaul dan banyak ngomong serta agak manja kalau ngomong sehingga banyak orang gampang tertarik.

Hari pertama kerja, aku pulang hingga pukul 7 malam. Setelah beritirahat sebentar aku lalu mandi, begitu selesai dan keluar kamar mandi anak bank itu keluar kamar dan menyapa,
"Selamat malam Oom, baru palang ya?"
"Betul sekali", jawabku.
Anak bank itu ganti mau masuk kamar mandi dan aku langsung masuk kamar untuk istirahat terus tidur. Besok harinya, sapaan manis itu kuterima lagi dan kali ini kulihat wajahnya, ternyata wajahnya manis dengan senyumnya tapi tatapan matanya tajam penuh arti. Hatiku jadi agak bergetar, padahal dengan Eva walaupun ngobrol-ngobrol tapi biasa saja sebab walaupun matanya kocak tapi pandangannya biasa saja. Begitu malam kupulang saat aku sedang rebahan di ranjang, anak bank itu juga lewat kamarku dan menyapa,
"Selamat malam Oom, sudah makan ya?"
"Sudah", sahutku.
"Mari saya turun dulu mau makan", katanya.
"silakan", sahutku.
Kucoba lihat dari atas ternyata ia masak Indomie untuk makan malam. Kucoba rebahan lagi sambil baca koran, selang beberapa saat kudengar ia menyapa lagi,
"Masih belum tidur Oom?"
"Belum", sahutku dan sambil bangun, ia sendiri sempat berhenti depan pintu kamarku sambil matanya menatap penuh arti dan ketika kucoba keluar kamar ternyata anak-anak kost yang di bawah masih ramai mengobrol di teras kamar, jadi ia pamit,
"Mari saya istrirahat dulu Oom."
"silakan", sahutku.

Memang pagar teras kamar atas itu dari besi hingga anak-anak di bawah bisa lihat ke atas. Esok paginya seperti biasa ia menyapa saat mau berangkat ke kantor, malam harinya ketika aku mau tidur terasa agak lapar padahal baru jam 9 malam, lalu aku keluar kamar dan ke depan rumah untuk lihat apakah yang jual pisang goreng depan rumah masih ada karena akan beli untuk pengisi perut. Aku beli 5 biji, sebelum aku masuk halaman lagi kucoba lihat-lihat lalu lintas sebentar, tiba-tiba anak bank itu juga keluar hanya pakai celana pendek dan kaos tidur saja. Aku sapa,
"Mau kemana dik malam-malam?"
"Mau beli pisang untuk sarapan besok pagi, sebab tadi lupa beli roti", sahutnya.
"Ini Oom sudah beli, kita bagi saja", kataku.
"Jangan Oom, nanti Oom kurang", katanya.
"Nggak apa-apa, Oom kan sendiri ini kan lebih dari cukup sebab ada 5 biji besar-besar lagi", kataku.
"Bolehlah, saya cukup 1-2 saja", katanya lagi.
"Ngomong-ngomong kita belum pernah kenalan ya", kataku sambil aku menjabat tangannya.
"Winarti nama saya dan Oom siapa?" katanya.
"Saya Ima..."sahutku.
"Winarti buru-buru mau tidur?" tanyaku.
"Nggak Oom, belum ngantuk."
"Kalau gitu kita ngobrol sebentar sambil duduk di teras depan ini, mau?" tanyaku.
Ia menganggukkan kepala, lalu kita duduk di kursi teras depan yang memang disediakan untuk tamu-tamu anak kost.
"Apa betul Oom masih kakaknya tante kost?" tanyanya lagi.
"Betul, kok Win tahu?"
"Iya dari, ibu pembantu yang bilang tadi pagi", sahutnya.
"Wah Win tanya apa lagi dari ibu pembantu?" kataku.
"Nggak, cuma ibu pembantu bilang Oom di sini sekitar 2-3 minggu untuk tugas di Bank BCA." sahutnya.

Lalu kita saling bercerita dan ternyata Win itu adalah anak bungsu dari tiga saudara anak dari almarhum pensiunan militer (Sersan Mayor) asli Blitar, sedang ibunya pensiuan guru SD sekarang memberi les privat pada anak-anak SD. Sedang kakaknya nomor 1 sudah menikah dengan guru SMA di Banyuwangi dan kakaknya nomor 2 masih kuliah di Surabaya. Karena biaya tak mencukupi dalam masa krisis moneter ini maka ia pilih bekerja setelah lulus SMA tahun ini. Jadi Win baru bekerja di bank baru empat bulan maka dari itu belum dapat pakaian seragam.

Baru ngobrol kira-kira 1/2 jam, tiba-tiba 3 orang anak kost datang bersama pacar-pacarnya mungkin hingga suasana jadi ramai di teras itu. Lalu kita masuk dan naik ke kamar sampai depan kamarku, aku pamit masuk dulu dan Win menggangguk dengan pandangan mata yang penuh arti dan bernada sayu. Pagi harinya aku bangun agak terlambat hingga aku mandi juga terlambat. Saat aku keluar dari kamar mandi, Win sudah menunggu dekat pintu kamarnya dan berkata,
"Oom, Win berangkat dulu ya, nanti malam usahakan bisa ngobrol-ngobrol lagi ya?"
"Oke" sahutku.

Sore harinya aku pulang sekitar pukul 6 dengan naik taxi, kucoba perhatikan bank tempat Winarti bekerja sebab banknya itu ternyata tiap hari kulewati dan memang tak jauh dari bank tempatku. Saat dekat dengan banknya, kucoba perhatikan, eeehh ternyata Winarti masih ada di jalan depan bank untuk cari angkutan umum. Langsung kuperintahkan sopir untuk berhenti dekat Winarti. Melihat ada taxi mendekat, Win malah jalan menjauh sebab mungkin pikirnya ia tak menyetop taxi. Baru setelah kuturun dan memanggilnya ia lari-lari mendekat dan segera kupersilakan Win untuk masuk taxi. Ternyata ia pulang terlambat karena ada jumlah yang belum cocok, hingga sebagai teller harus dicari dulu kesalahannya. Karena hari sudah agak gelap, Win saya ajak makan malam sekalian sebelum pulang kost ternyata ia mau.

"Enaknya makan dimana ya?" tanyaku.
"Dekat rumah kost saja ada warung bakso yang nikmat", sahutnya.
Ternyata betul kurang lebih 10 rumah sebelum kost ada jual bakso mie. Setelah turun dari taxi, lalu kita masuk dan duduk di meja yang kecil untuk berdua saja.
"Mau makan apa Oom?" tanya Win.
"Oom sih terserah sama Win saja, pokoknya hanya ikut makan." jawabku.
"Oke, dan minumnya Oom mau apa?"
"Terserah sama Win juga", sahutku.
Win kemudian memanggil pelayan dan pesan Mie Bakso 2 mangkok, lalu Coca Cola 2 botol. Kita ngobrol-ngobrol sampai akhirnya menyerempet itu-itu juga.

"Oom ke sini sendirian selama 2 minggu apa tidak stress?" tanya Win.
"Habis mau kemana sebab nggak ada teman di sini", sahutku.
"Kenapa sih Oom cari teman, apakah Win bukan teman Oom?" kata Win.
"Betul Win, maksud Oom teman untuk santai."
"Oom jangan pikir yang jauh-jauh, Win siap menemani Oom kapan saja Oom membutukan", katanya.
"Huuussss, jangan ngomong begitu Oom kan sudah berkeluarga sedang Win kan masih gadis", kataku.
Win terdiam sejenak dan tiba-tiba matanya berkaca-kaca sambil menggelengkan kepala. Aku jadi terenyuh seketika segera kugenggam telapak tangannya erat-erat sambil berkata,
"Maksud Win bagaimana?"
Lalu berceritalah Win, kalau ia sudah diperawani oleh pacarnya saat awal di kelas 3 SMU dan dilanjutkan berhubungan intim terus sampai beberapa kali, hingga akhirnya Win terlambat bulan alias hamil. Begitu diberitahu kalau ia hamil, pacarnya mulai menjauhi bahkan tak mau bertanggung jawab. Karenanya sampai bulan ke-3 maka dengan terpaksa digugurkan dengan pertolongan bidan. Ini dilakukan karena pihak keluarga belum tahu semua persoalannya. Untung saat itu ia punya tabungan sebesar 300.000 Rupiah untuk biaya. Walaupun makan sudah di antar kami berdua belum makan, karena suasana masih syahdu.

Lalu kedua tangannya kugenggam erat-erat dengan penuh perasaan sambil menatap wajahnya. Win pun menatap mataku, pandangannya memelas sekali. Dan dari sejak itu, ia tak menyukai lagi berpacaran dengan laki-laki yang sebaya, ia lebih merasa aman berpacaran dengan laki-laki setengah umur kira-kira 35-40 th karena dianggap lebih bertanggung jawab dan mapan tidak hanya suka hura-hura saja. Setelah beberapa saat Win kuusap air matanya dengan sapu tanganku dan tangan kemudian dipegang erat-erat.
"Win, ayo makan nanti dingin nggak enak lho, sambil kita ngomong" kataku.
Ia menggangguk dan mulai makan sambil berkata,
"Oom, wajah Oom sangat berkesan di hatiku sebab wajah Oom dan penampilannya adalah seperti laki-laki yang kuidam-idamkan, itulah sebabnya pertama kali aku ketemu pandang dengan Oom langsung terkesima hatiku."
"aacch jangan muluk-muluk kalau memuji, wajah tua seperti Oom ini sudah nggak laku sekarang."
"Benar Oom, Win bukan memuji tapi dengan tulus hati, maka dari itu Wim ingin sekali berada dalam pelukan Oom."
"Jangan kamu mengharapkan Oom, sebab sudah tak mungkin lagi Win", sahutku.
"Win sadar akan hal itu, tapi hanya untuk selama Oom tinggal di sini saja, Win benar-benar butuh kasih sayang dari laki-laki yang sebaya dan seperti Oom."
"Win benar-benar butuh sesuatu dari Oom."
"Jangan Win kalau nanti hamil lagi bagaimana?" tanyaku.
"Oom, Win baru saja bersih dari mens hari Minggu kemarin saat Oom datang, ini benar-benar Oom, Win sumpah, Win tak akan menjebak Oom sebab tahu Oom itu orang baik", katanya.


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar