Pengalaman Pertama Dulu

Bookmark and Share

Nama saya Reynaldo, saya mahasiswa di salah satu PTN beken di Bandung. Sekarang umur saya hampir 20 tahun. Jujur saja, sejak kecil saya sudah kenal seks. Saya bermain internet sudah sejak SMP, sejak awal-awal teknologi ini masuk di Indonesia. Karena bapak saya businessman yang berwawasan luas, maka dia sejak awal mengenalkan teknologi ini kepada kita. Saya senang banget sekarang ada site khusus buat bagi-bagi pengalaman seperti ini, sehingga apa yang pernah kita lakukan bisa dibagi-bagi.

Pengalaman pertama kenal dengan cewek saat kelas 6 SD (setelah saya tahu film BF itu). Waktu itu ada cewek sekelas saya, nama panggilannya Nidya (lengkapnya rahasia). Bisa dibilang Nidya ini cewek favorit di kelas saya. Banyak teman saya yang mulai naksir-naksir sama dia (walaupun belum tahu harus ngapain), termasuk saya. Nggak sombong sih tapi sejak kecil sampai sekarang kayaknya saya mudah saja mendekati cewek, katanya sih saya nikmat diajak ngobrol dan senang jalan-jalan.

Singkatnya, usaha saya menarik perhatian Nidya berhasil dengan sukses, dia mau saya ajak ngobrol berdua, kadang pulang sekolah bareng, sekali-kali main ke mall dekat sekolah saya, cuma saya belum berani bilang cinta atau apapun namanya.

Biar lebih bisa menghayati, saya ceritakan sedikit tentang cewek sosotan pertama saya itu. Untuk cewek seusianya (12 tahun, lebih tua 3 bulanan di banding saya) Nidya termasuk tinggi (rada bongsor lah), sekitar 150-an. Kulitnya putih bersih (Sunda-Padang), rambutnya panjang sepunggung dan masih sering dikuncir ekor kuda (lucu banget), terus pakai kacamata minus, hidungnya bangir, bibirnya mungil, tipis namun sudah memerah walau tanpa olesan lipstik. Kalau diperhatikan lebih ke bawah, saya melihat sudah ada gundukan pada dadanya, buah dada Nidya sudah mulai berkembang dan samar-samar saya tahu kalau dia sudah mengenakan bra yang dilapisi lagi dengan singlet di balik pakaian sekolahnya. Kaki dan pahanya juga bagus, pernah secara nggak sengaja saya melihat paha bagian dalamnya, wow... hatiku menjadi deg-degan nggak karuan.

Sudah bisa membayangkan kan? saya lanjutkan, dan saya nggak akan berpanjang-panjang dengan cerita pacarannya. Langsung saja supaya nggak bikin penasaran.

Pernah siang-siang pulang sekolah, saya ajak Nidya main ke rumah saya yang relatif dekat dengan sekolahan. Dengan senang hati dia memenuhi ajakanku, sekalian mau lihat rumahnya Reynald kata dia. Seperti biasa siang hari rumah saya sepi banget, bapak-ibu jelas belum pulang, adik-adik saya semua masuk siang dan pembantu ada di belakang semuanya. Kebetulan kamar saya itu semacam paviliun dan punya kunci sendiri, sehingga bisa masuk tanpa melalui pintu utama. Nidya saya ajak saja masuk ke kamar saya yang lumayan luas (untuk ukuran anak SD), dia masuk dan duduk di atas tempat tidur saya yang masih berantakan. Kita akhirnya ngobrol-ngobrol di situ dan bercanda sambil dengar kaset-kaset yang ngetop pada saat itu (waktu itu awal tahun 90) seperti NKOTB, Jason Donovan, Toto, dll.

Sewaktu bercanda di tempat tidur itu, kita main gelitik-gelitikan sampai Nidya tidur-tiduran di tempat tidurku sambil tertawa cekikikan, waktu itu secara nggak sengaja tanganku menyentuh dadanya, dan kita berdua tersentak kaget. saya merasa seperti menyenggol segumpal benda empuk dan badanku seperti tersengat listrik. Kami terdiam, saya masih jongkok disampingnya, sedangkan dia tiduran sambil memandangi wajahku, sekilas saya lihat wajahnya menyemburatkan warna kemerahan, manisss sekali. Saya lalu berkata, "Mengapa Nid?"
"Nggak pa-pa..." katanya pelan, "Cuman ada perasaan aneh saja tadi", sambungnya.
Saya lalu mengusap rambut panjangnya, "Perasaan bagaimana?" tanyaku lagi.
"Yahh... gimana yaa... susah diceritain sih...", sambil tersenyum. Saya lalu mengusap pipinya yang memerah.
"Waktu kapan kamu ngerasainnya?" tanyaku semakin ingin tahu.
"Ehh... waktu..." Nidya ingin menjawab namun agak ragu-ragu.

Saya yang sudah merasa tegang semenjak tadi, semakin tegang saja dengan suasana seperti itu. Tiba-tiba ada satu keberanian dalam diriku sehingga tanganku menjalar ke bawah dan menyentuh dadanya sekali lagi.
"Waktu di sini Nid?" tanyaku saat kuraba payudaranya dengan sengaja.
Nidya tersentak lagi dan mukanya makin merah, "Ehh... kok... dipegang sih?" tanya Nidya dengan sedikit nada protes, namun ia tidak menepis tanganku yang masih kuletakkan di atas dadanya.
"Tapi.. kamu suka khan?" godaku sambil tersenyum.
"Tapi... tapi... hh..." Nidya mengeluh lirih saat tanganku sedikit menekan gundukan itu. Saat itu aku pun sedang diliputi perasaan yang nggak karu-karuan juga. Soalnya baru sekali itu saya memegang payudara wanita secara langsung, dan rasanya sulit untuk diceritakan dan hal itu membuat penis saya semakin tegang saja.

"Kamu suka sayang?" tanyaku waktu melihat Nidya mengeluh lirih.
"Nggak... nggak tahu Rei... ada perasaan aneh di badan Nidya ini.."
"Enak?" tanya saya lagi.
Nidya diam saja, "Cuma kok agak tegang", lanjut gadis itu. Lalu dia duduk di kasur itu dan membenahi bajunya yang berantakan. Saya rada khawatir juga kalau dia marah.
"Kamu marah Nid?" tanyaku.
Dia cuma menggeleng sambil tersenyum, "Nggak pa-pa kok Rei, nggak usah dipikirin deh", lalu suasana itu cair kembali. Nggak berapa lama Nidya pamit pulang karena sudah hampir jam 2 sore takut dimarahi katanya.

Setelah Nidya pulang saya masuk kamar mandi dan melampiaskan hasrat yang tertunda dengan onani habis-habisan. Dan saya saat itu jadi tahu bagaimana rasanya memegang susunya cewek itu dan memang benar nikmat. Saya bertekad lain kali akan mencoba lagi.

Kesempatan kedua terjadi nggak berapa lama kemudian, kira-kira 3 hari kemudian. Saat itu sekolah dipulangkan lebih awal karena ada rapat POMG kalau nggak salah. Waktu itu gantian Nidya yang mengajak saya main ke rumahnya, agak jauh sih di daerah Cipete. Dengan senang hati saya main ke rumahnya, sekalian ingin tahu juga bagaimana rumahnya cewek saya itu. Sampai di sana suasananya sepi juga, karena ortunya kerja juga dan itu baru jam 10 pagi, sedangkan Nidya anak tunggal nggak punya saudara sama sekali. Rumahnya cukup asri walau tidak sebesar rumahku, yang ada saat itu bibinya yang sudah tua dan agak pikun. Sampai di dalam Nidya langsung mengajak saya masuk ke kamarnya di lantai atas. Kamar Nidya nggak begitu besar juga, namun rapih sekali dan penuh dengan boneka yang disusun rapih.

Nidya lalu menyuruh saya agar menunggu sebentar, dia mau ganti pakaian dulu, soalnya keringatan, katanya. Dia lalu mengambil baju ganti di lemari pakaiannya lalu masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar itu juga. Saya duduk di kursi yang ada di kamar itu sambil melihat suasana kamar itu. Rapi, harum dan dingin karena AC-nya dinyalakan. Di bagian pojok ruangan ada seperangkat mini compo dan TV kecil. Saya mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi Nidya, ternyata dia mandi dulu, berarti agak lama nih nunggunya. Waktu saya melihat-lihat, saya melihat setumpukan pakaian Nidya yang habis diseterika ditumpuk di atas meja kecil di dekat meja belajarnya. Saya jadi penasaran melihat tumpukan itu, kali-kali saja ada barang yang menarik, saya dekati dan mulai membalik satu demi satu tumpukan itu, dan kutemukan sehelai bra mungil di antara baju-baju itu. Saya lalu ambil dan dengan segera saya masukkan ke dalam ransel sekolahku, sebelum Nidya keluar dari kamar mandi.

Benar saja nggak berapa lama dia keluar dari kamar mandi dengan wajah segar, sehingga menambah kecantikan wajahnya. Saat itu Nidya mengenakan T-Shirt putih panjang (sampai ke lutut) dan bergambar Mickey Mouse besar sekali. Karena besar jadi seolah-olah kaos itu kebesaran bagi Nidya. Selintas saya melihat dia sekarang memakai BH tanpa dilapisi singlet. Rupanya dia masih agak malu kalau cuma memakai bra saja ke sekolah.

Kita mulai mengobrol dan bercanda lagi di dalam kamar itu. Saya duduk di kursi, Nidya di pinggir tempat tidurnya berhadap-hadapan dengan saya. Sambil ngobrol saya tetap memperhatikan cewek saya itu, dan yang bikin jantung saya kembali berdebar-debar adalah waktu melihat leher kaos Nidya. Karena posisi duduk saya lebih tinggi dari dia, dan kaos yang dipakai dia rada gombor, maka leher kaosnya menjadi terbuka dan agak menurun. Ditambah lagi, posisi duduk Nidya yang agak membungkuk, sehingga dengan leluasa saya bisa melihat bagian dalam di balik kaos Mickey Mouse itu.

Saya melihat bagian sekitar dada Nidya yang putih sekali (kebetulan suasana terang dan kaos dia warnanya putih sehingga sangat jelas terlihat). Saya juga melihat buah dada gadis itu yang sudah mulai nampak membusung dan terlihat belahannya tertutup oleh BH berwarna cream (atau kuning... agak lupa). Dan yang lebih heboh lagi, kayaknya BH yang dipakai agak longgar sehingga sekilas saya melihat putingnya yang berwarna terang. Saat itu saya tegang berat, baru pertama kali itu saya melihat buah dada wanita secara langsung, indah banget dan membuat saya terangsang hebat.

Rupanya Nidya memperhatikan kegelisahan saya dan kayaknya dia mulai sadar kalau saya terpesona dengan keindahan dadanya. Lalu dia membenahi pakaiannya dan tersenyum. "Nakal ya kamuu..." tegur Nidya. "Kenapa Nid...?" saya tergagap rada mokal juga. "Ahh... pakai nanya segala... hihihi", Nidya tersenyum. Hal ini semakin membuat saya gemas dan semakin gelisah. Lalu saya pindah duduk ke sampingnya supaya lebih dekat dengan cewek saya itu, Nidya pun merapatkan duduknya dan mepet ke samping tubuhku. Respon positif ini membuat saya semakin berani."Nid... kamu manis sekali", tiba-tiba saja perkataan itu spontan meluncur dari mulutku. Aduh malunyaa... saya menunduk, dia juga menunduk dan memerah lagi. "Masa sih?" katanya sambil menggigit bibir bawahnya. "Sungguh... Rei jujur kok bilang kamu cantik", saya makin cuek saja ngomongnya. Lalu saja tangan kiriku merangkul bahu gadis itu, dan dengan spontan Nidya pun meletakkan kepalanya di dada saya. Wadahh... saya makin deg-degan nggak karuan.
"Nid... kamu mau nggak?"
"Mau apaa..."
"Ehh... boleh nggak?"
"Apaan sihh? bilang saja... masak Nidya nggak bolehin sih?"
"Ehh... Rei pingin pegang dada kamu lagi, boleh nggak?"
Nekad banget saya, wah kalau dia ngambek bisa bahaya nih. Sesaat dia nggak menjawab tapi nggak lama kemudian dia tersenyum dan mengangguk, "Boleh... tapi... cuman sebentar saja yaa.." "He-eh" jawab saya.

Kemudian setelah Nidya memberi izin, tangan kananku kuletakkan di atas dada kanannya dan mulai meraba-raba. Sengatan listrik itu terjadi lagi, namun tidak lama. Saya sekarang berani meraba-raba buah dadanya dengan bebas, karena sudah dapat restu, sehingga saya dapat lebih menikmati benda lunak itu. Buah dada Nidya sudah terasa membusung di tanganku, untuk anak seumur saya buah dada sebesar itu sudah cukup besar. Buah dada Nidya saya raba baik yang kiri maupun yang kanan, sambil sedikit kutekan-tekan. Saya melihat si Nidya memejamkan matanya dan nampaknya begitu menikmati rabaan-rabaanku itu. Saya terus menelusuri sepasang bukit itu dari dasar ke puncak, lalu ke dasar lagi, ke puncak lagi dari buah dada kiri ke buah dada kanan, sambil sesekali saya remas perlahan. Nidya mendesah pelan saat kuremas payudaranya, matanya terpejam dan badannya agak menggelinjang.

Waktu dia memejamkan matanya, saya mendekatkan wajahku ke wajahnya, lalu dengan lembut kukecup bibir mungilnya dengan lembut. Respon yang saya dapat ternyata di luar dugaan, Nidya pun merespon kecupanku dengan bergairah. Kami berciuman saling memagut secara naluriah, bibir Nidya kukulum dengan lembut dan dia pun mengulum bibirku dengan lembut pula. Suara berdecak keluar dari mulut kami, terkadang lidahku bermain pula di dalam mulutnya, kami secara tidak langsung telah belajar "French Kissing" untuk pertama kali. Sambil berciuman, tanganku tetap meraba-raba payudara Nidya dengan intens.

Lama-lama saya semakin berani, tangan kanan saya lalu masuk ke balik T-Shirt Mickey Mouse-nya dan memegang buah dadanya dari balik kaos itu. Nidya mengeluh saat dadanya kutekan lembut, "Eehh..." keluhan itu membuat saya semakin bernafsu menjelajahi sepasang bukit itu bergantian. Setelah beberapa menit saya menghentikan kegiatan saya dan keluar dari balik kaosnya dan menghentikan ciuman-ciumanku untuk mengambil nafas panjang. Kita berdua merasa lemas sekali dan napas kami terasa berat dan terengah-engah, namun saya merasa puasss sekali saat itu dan seneeeng sekali, dan sepertinya perasaan itu menghinggapi pula pada diri Nidya. 10 menit kemudian saya pamit pulang setelah sekitar sejam saya di rumahnya, dan dengan berat dia membolehkan saya pulang, dan sebelum keluar dari kamarnya saya di beri hadiah kecupan hangat di bibir saya.


TAMAT

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar