Tiga Kali Sehari 02

Bookmark and Share



Dengan satu tangannya, Bari menuntun kejantanannya naik turun di sepanjang celah yang mulai membasah itu. Oh, geli sekali rasanya ujung kejantanannya menyentuh lembah halus dan licin yang seperti kelopak bunga terkuak perlahan. Sekali-sekali ia memutar-mutar ujung tumpul itu di permukaan liang senggama istrinya, merasakan liang itu semakin lama semakin lebar membuka, menyatakan kesediaan untuk di eskplorasi. Sekali-kali ia naikkan kejantanannya, menggosok-gosok lembut bagian yang tersempil menonjol di lipatan atas bibir kewanitaan istrinya. Itu bagian paling sensitif yang dengan cepat membuat Surti mengerang dan semakin merenggangkan pahanya.
"Aah..., nikmat itu, Yang..." Surti berbisik mendesah dengan mata terpejam, "Oooh... lagi, Yang!"

Bari mengulang lagi. Dengan sabar ia terus menggosok-gosokkan kejantanannya, menggunakannya sebagai alat pemicu birahi istrinya. Perlahan-lahan ia mulai merasakan celah sempit di bawah itu mulai membuka dan basah. Kalau ia membawa ujung kejantanannya ke liang kewanitaan Surti, terasa liang itu seperti mau menangkap dan menarik kejantanannya masuk. Sekali-sekali Bari memang menenggelamkan seluruh kepala kejantanannya ke dalam. Surtipun mengerang setiap kali suaminya melakukan itu."mm..." Surti mengerang penuh nikmat, "Dikit lagi, Yang... oooh", bisiknya.
Bari mendorong masuk sedikit, sehingga seperempat kejantanannya melesak masuk. Wow..., liang yang dimasuki itu masih agak sempit dan berdenyut-denyut.
"Uuuh..." Surti mendesah sambil menggeliat, "Di situ aja dulu, Yang...".
Bari tertawa kecil sambil bergumam, "Kamu banyak maunya!".
Surti ikut tertawa, dan memprotes manja, "Jangan becanda, dong. Aku kan lagi serius, nih!"

Bari menahan tawanya, sambil menciumi leher istrinya yang sedang terpejam dan megap-megap merasakan nikmat. "Ada-ada saja istriku, masak bercumbu saja pake serius-seriusan segala!", Tetapi Bari memang pernah juga membaca, bahwa wanita memang lebih memerlukan keseriusan dalam bercumbu. Wanita mudah terangsang kalau seluruh pikirannya tercurah untuk percumbuan. Sedikit saja pikirannya terganggu, seorang wanita bisa kehilangan gairah. Walaupun begitu, rasanya dengan Surti teori itu tidak selalu berlaku.

"Aah..." terdengar Surti mulai mendesah lagi, dan pinggulnya berputar-putar gelisah, "Dikit lagi Yang..., tapi jangan semuanya..."
Oke boss! ucap Bari, tetapi dalam hati. Pelan-pelan ia mendorong masuk kejantanannya, menerobos liang yang semakin membuka tetapi juga semakin berdenyut seperti mulut kecil yang sedang sibuk mengulum permen kesukaan. Surti menggeliat dan menggerang lagi. Bari mendorong sedikit lagi, sehingga kini tiga perempat kejantanannya terhenyak sudah.
"Oooh..." Surti mengerang sambil memutar-mutar pinggulnya. Bari bertumpu pada sikunya, berusaha menjaga agar kejantanannya tidak seluruhnya masuk. Dengan gerakan-gerakan Surti, rasanya kejantanan itu seperti sedang mengaduk-aduk sebuah wahana lentur dan kenyal yang basah dan licin. Bari melihat ke bawah, terpesona memandang kejantanannya yang tampak sedikit di atas cekalan bibir kewanitaan istrinya yang berputar-putar penuh gairah.

Surti memejamkan mata dengan nafas memburu, merasakan betapa nikmatnya memutar-mutar pinggul dengan batang kenyal dan padat tertanam sedikit di gerbang kewanitaannya. Gerakan memutar itu menyebabkan seluruh lingkar luar liang senggamanya seperti diurut-urut, menimbulkan rasa geli dan gatal yang menggairahkan. Inilah salah satu pemanasan..., permainan awal..., yang disukainya. Dengan begini, ia akan segera siap menuju langkah berikutnya.
"aah.." Surti mengerang keras, menggeliat gelisah, "Ayo masukin semua, Yang..."
Oke, boss! ucap Bari dalam hati lagi. Pelan-pelan ia menurunkan tubuh bagian bawahnya, dan pelan-pelan kejantanannya melesak masuk sampai ke pangkalnya. Begitu terhenyak 100%, Surti mengerang keras dan menghentikan gerakan pinggulnya. Wow! Bari merasakan dirinya tenggelam dalam lubang dalam yang panas dan basah dan berdenyut. Merasakan ujung kejantanannya membentur dinding halus nan licin bagai sutra dilapisi cairan khusus. Sejenak pria itu diam saja menikmati sensasi luar biasa di sepanjang kejantanannya.

Surti mengerang, mendesah dan merengkuh tubuh suaminya erat-erat. Kedua kakinya membentang seluas mungkin lalu naik memeluk pinggang Bari, mengunci tubuh mereka dalam sebuah persatuan yang menggairahkan. Sejenak mereka diam saja, saling memeluk dan berciuman mesra, merasakan persetubuhan di siang bolong yang terik ini. Keduanya sudah agak berkeringat, dan kedua payudara Surti yang sintal sudah terhenyak rapat di bawah dada suaminya yang masih memakai kemeja. Tak rela berpelukan dengan baju, wanita itu cepat-cepat membuka kancing-kancing suaminya. Sekejap kemudian keduanya mengerang karena akhirnya tak ada lapisan yang membatasi pertemuan tubuh mereka. Kedua puting susu Surti terasa nikmat di tekan dan di tindih oleh dada suaminya yang bidang dan kukuh itu. Baripun merasa nikmat tertelungkup di atas hamparan lembut kenyal dada istrinya.

"Begini aja, yuk!" desah Surti sambil menciumi muka suaminya penuh kemesraan. Ia senang sekali tertancap menjadi satu seperti ini.
"Cuma diam begini?" tanya Bari dengan nada lucu sambil membalas ciuman istrinya.
Surti tertawa kecil di tengah nafasnya yang memburu, "Boleh gerak, dikiiit..." bisiknya manja.
"Seperti ini?", tanya Bari sambil mulai menggerakkan pinggulnya memutar-mutar perlahan.
"Mmhh..." Surti menjawab dengan erangan. Aduh ini, sih, terlalu sedikit, pikirnya menyesal mengatakan "dikit" tadi.
"Atau begini?", tanya Bari sambil menaik turunkan pinggulnya, pelan-pelan saja."Aah..." Surti mendesah dengan nafas semakin memburu, "Dua-duanya, Yang..., Oooh..., Aku suka dua-duanya, Yang!"

Bari tersenyum dan dengan gemas mencium mulut istrinya, membungkam si ceriwis yang menggairahkan itu. Segera pula ia mengerjakan "dua-dua"nya, yakni menaik turunkan pinggulnya sambil memutar-mutar. Tetap dengan gerak lambat namun mantap. Kejantanannya dengan perkasa menyeruak masuk ke liang cinta istrinya yang kini sudah terbuka pasrah dan basah. Lancar sekali otot pejalnya itu menerobos, menimbulkan suara-suara seksi berkecipak ramai.

"Aah..., Nggg..", Surti mengerang tidak karuan sambil megap-megap dan memejamkan matanya, berkonsentrasi menikmati hunjaman suaminya yang perkasa. Bari melepaskan ciumannya, karena Surti seperti ingin bicara. Lalu terdengar wanita itu mendesah penuh permohonan yang manja, "Boleh lebih cepat..., oooh..., Yang..., aku mau, Yang..., aah!"

Pura-pura tidak mau, tahu-tahu paling mau! sergah Bari dalam hati sambil menahan tawanya. Ia mempercepat hunjaman dan tikaman kejantanannya. Kursi panjang tempat mereka bercumbu berderit-derit ramai, karena sebetulnya itu bukan tempat bercumbu. Surti mengerang-erang sambil mencengkram pinggang suaminya, ikut membantu menaikturunkan tubuh Bari. Padahal lelaki itu tak perlu bantuan, tetapi mungkin dengan berpegangan ke pinggang seperti itu, Surti bisa memastikan bahwa suaminya tidak akan berhenti!

Setelah kira-kira selusin kali menggenjot, Bari merasakan liang kewanitaan istrinya menyempit dan mencekal erat. Itu pertanda awal orgasmenya. Surtipun sudah mengerang-erang semakin keras dan menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan. Bari mengerti tanda-tanda ini sepenuhnya. Maka ia mempercepat dan memperkeras gerakannya. Bahkan kadang-kadang ia menghentak dan menghunjam dengan gerakan kasar, membuat kursi panjang bergetar dan bergeser sedikit. Tetapi justru itu membuat Surti tambah keenakan, dan setelah tiga empat kali "dikasari" seperti itu, wanita ini mencapai puncak birahinya.
"mm..." ia mengerang panjang, lalu berteriak pendek-pendek, "Ah... ah... ah...!"
Bari menghunjam dalam-dalam, lalu memutar dan menekannya dengan sekuat tenaga.
"Oooh!" Surti menjerit keras, meregang dan melentingkan tubuhnya, lalu terhempas kembali ke bawah sambil bergetar kuat seperti orang yang kena hukuman di kursi listrik. Kursi berderit-derit ramai, dan Bari menekan tubuh istrinya kuat-kuat agar mereka berdua tidak terlempar ke lantai. Bagi Surti, orgasme itu sangat dahsyat. Seluruh tubuhnya ikut tersaput ledakan-ledakan kenikmatan yang bermuara di kedua pangkal pahanya. Dari lembah basah yang tersumpal batang liat dan pejal itulah datangnya gelombang besar yang melanda seluruh tubuhnya. Surti seperti merasa berenang terapung dan terombang-ambing dalam lautan nikmat yang merasuk ke seluruh pori-pori tubuhnya. Beberapa menit kesadarannya seperti hilang dan tubuhnya lepas dari kendali, bergerak-gerak liar ke segala arah.

Setelah beberapa saat menggelepar dan meregang menikmati orgasmenya, Surti berhasil menguasai diri, lalu mendesah dengan suara letih, "Aduuuh..., gila kamu, Yang..., bikin aku ketagihan"
Bari tertawa kecil sambil menggigit dagu istrinya tercinta, "Ini mau protes atau mau bilang terima kasih?", tanyanya.
Surti tak menjawab, melainkan meraih leher suaminya, menciumi mulut pria yang sangat dicintainya itu. Mereka saling mengulum dan menggigit gemas. Surti menumpahkan seluruh perasaannya lewat ciuman itu. Ia ingin berterima kasih..., ia ingin memuji..., ia ingin memuja..., ia ingin menyatakan cinta. Tak ada pria lain yang ia cintai seperti pria yang satu ini. Pria ini membuatnya lebih hidup dari sekedar hidup, lebih bernafas daripada sekedar bernafas. Pria ini mengisi dunianya dengan gairah baru setiap hari.

Lalu, di tengah ciuman yang bergelora itu, mereka mulai bergerak lagi. Bari mulai menggenjot lagi, mulai memicu kembali gairah Surti yang belum sepenuhnya reda. Tak berapa lama kemudian mereka sudah tak sanggup lagi berkata-kata. Nafas keduanya memburu dan saling bersusulan, disertai erangan dan desahan yang tidak beraturan. Kursi panjang semakin bergeser dari kedudukannya semula. Bantal-bantal berserakan tertendang atau terdorong oleh gerakan-gerakan mereka yang semakin liar. Keringat mulai membanjiri tubuh mereka, membuat kemeja Bari basah kuyup di bagian punggung. Tubuh bagian bawah, terutama dari pinggang ke bawah, tampak paling basah, berkilat-kilat seperti dilapisi lilin dan minyak.

Lalu Surti mencapai orgasmenya yang kedua tanpa bisa ditahan lagi. Wanita itu menggelepar dan mengerang-erang sambil memejamkan matanya erat-erat. Wajahnya tampak berkonsentrasi dan merona merah mempesona. Mulutnya terbuka dan nafasnya keluar dalam hempasan-hempasan pendek. Bari terus menggenjot karena ia juga sudah mencapai tarap akhir pendakian asmara ini. Ia tidak berhenti walau tampaknya Surti telah kewalahan menahan rasa geli yang memuncak. Wanita itu berusaha memperlambat gerakan suaminya, tetapi ia juga tak berdaya karena setengah dari tubuhnya ingin tetap menikmati hunjaman-hunjaman Bari. Akhirnya ia menyerah saja, menggeletak dan meregang-regang terus menikmati orgasmenya yang sambung-menyambung.

Lalu Bari mencapai puncak birahinya. Pria itu menggeram dan mengerang keras. Seluruh otot di tubuhnya meregang seakan beramai-ramai mendorong keluar cairan cinta dari pinggangnya ke kejantanannya. Lalu sejenak ia terdiam, menanamkan dalam-dalam kejantanannya di liang cinta istrinya..., dalam sekali, sampai melesak ke pangkalnya..., sampai menyentuh langit-langit terdalam kewanitaan istrinya. Surti menguakkan kedua pahanya seluas mungkin, merasakan kejantanan suaminya seperti membesar sepuluh kali lipat..., sebelum akhirnya batang keras itu melonjak-lonjak liar dan menyemprotkan cairan-cairan kental panas. oooh, kewanitaan Surti seperti sebuah ladang kering yang tersiram hujan yang dinanti-nanti sejak lama!

Siang itu, Bari makan sangat lahap. Nyaris ia habiskan kedua bungkus mie goreng yang tadi dibawanya. Nyaris pula ia meneguk habis minuman ringan dingin dalam botol ukuran 1 liter itu. Surti tak henti-hentinya memperingatkan agar suaminya makan lebih lambat. Wanita itu kuatir Bari tersedak atau terserang kram perut.
"Duuh..., pelan-pelan, Yang!" sergah Surti sambil menyingkirkan jauh-jauh botol minuman yang tinggal seperempatnya.
"Tadi, waktu aku pelan-pelan, kamu suruh cepat-cepat.." sahut Bari sambil menyuap satu sendok penuh mie goreng yang lezat itu.
Surti tertawa, mengerti apa yang dimaksud suaminya, "Lho, tadi itu, kan perkara lain. Lagipula pada awalnya, kan juga pelaan..., sekali!" katanya manja.
"Ah, kamu memang suka ngatur..." protes Bari sambil terus menyuap, padahal mulutnya belum kosong sekali.
Surti mencubit lengan suaminya dengan gemas, "Alaah..., Kamu juga suka kan, diatur kalau lagi begitu!" katanya membela diri.
"Oke, nanti malam kamu atur lagi, ya" kata Bari sambil meraih botol minuman yang sudah disingkirkan jauh-jauh. Tanpa gelas, ia meneguk isinya langsung.
Surti membelalakan matanya yang mempesona itu, "Nanti malam? Ya ampun. Belum cukup juga, Yang?"
Bari tertawa, hampir saja tersedak. Surti menggeleng-gelengkan kepalanya. Benar-benar mengherankan, apakah ia begitu karena sebentar lagi ulang tahunnya yang ke 32? pikir Surti sambil menatap suaminya lekat-lekat. Kalau sedang tertawa, suamiku makin muda saja tampangnya. Makin cute dan makin menggemaskan. Nanti malam, harus kuapakan dia?

Bari pulang kantor dengan bersiul-siul. Jam baru menunjukkan pukul 5 sore. Walau tampak riang, jelas juga terlihat bahwa pria itu agak letih. Surti menyambut pasangan hidup terkasihnya di depan pintu, menerima tasnya, dan membiarkan tubuhnya yang segar karena baru habis mandi, dipeluk oleh suaminya.
"Hmm..., harumnya istriku", bisik Bari sambil menciumi leher Surti.
"Hmm..., baunya suamiku", sergah Surti menggoda. Sebetulnya, Bari tak pernah punya persoalan bau badan. Tetapi agaknya suaminya tadi rapat di ruang penuh asap rokok. Bau kretek menyengat dan mengganggu.
"Iya, deh. Aku mau langsung mandi!", kata Bari sambil merengut merajuk dan melepaskan pelukannya.

Surti tertawa dan tidak mau melepaskan diri dari suaminya, ia merangkul leher pria kesayangannya dengan manja.
"Aku mandiin, yaa..." katanya sambil menciumi pipi Bari yang masih menyisakan sedikit harum after shave.
"Ngga mau. Nanti ngga jadi mandi, malah tambah keringetan.." sergah Bari sambil terus melangkah ke kamar tidur, menyeret serta istrinya yang terus merangkul manja.
"Diganggu sedikit saja sudah ngambek!" sergah Surti sambil menggigit pelan cuping telinga suaminya.

Akhirnya Surti melepaskan suaminya. Setelah berganti baju dan sejenak membaca koran sore, Bari mandi sepuas-puasnya. Segar sekali mengguyur badan yang penat dengan air dingin. Sementara Surti menyiapkan kopi dan makanan kecil kegemaran suaminya. Tetapi rupanya Bari memang cukup penat hari itu. Karenanya, pria itu tergolek tidur di kursi sebelum menghabiskan kopinya. Surti terenyuh melihat suaminya terlena dengan wajah damai. Sejenak ia berpikir untuk membatalkan semua rencananya malam ini. Kasihan kalau ia memaksa diri, bisik wanita itu. Dengan hati-hati diletakkannya bantal di bawah kepala suaminya. Lalu perlahan ia mencium pipi lelaki itu. "Tidur nyenyak, sayang..", bisiknya dalam hati.


{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar